Jurus Jitu Menghadapi Ikhwan Prikitiew
Dalam Mihrab Syahwat
“Ukhti, kapan ada rencana nikah? Tunggu ana
ya…”
Kalau Anda pernah mendengar istilah “Akhwat
Genit”, maka penggalan kalimat di atas adalah merupakan ciri bahasa keseharian
“Ikhwan Prikitiew”. Dalam dunia aktivis dakwah, terminologi ‘Ikhwan Prikitiew’
adalah sebutan bagi seorang pria aktivis Islam yang dalam tampilan
kesehariannya masih mencampur-adukkan warna dakwah dengan ‘bumbu’ kejahiliyahan
dia semasa belum mendapat ‘gelar’ aktivis. Terlebih, bahasa yang digunakannya
seringkali menjurus ke arah yang membuat kita sepakat untuk batuk berdeham.
Misalnya, menanyakan rencana kapan nikah, tipe
suami ideal bagi si wanita (akhwat), sampai pernyataan ‘sejujur-jujurnya’ sang
Ikhwan Prikitiew tentang perasaannya kepada si akhwat. Biasanya ditambahi
penyedap “Ana uhibbukum fillah, ukhti” dalam closing statement-nya (padahal
sebenarnya cara dia untuk ngeles kali aja si akhwat marah dia ‘tembak’
begituan, hehehe…).
Ketika Cinta Berprikitiew
Ikhwan Prikitiew seringkali juga mengirim
SMS-SMS yang benernya gak penting-penting amat untuk disampaikan ke akhwat.
Contohnya, “Jangan lupa sholat malam, ukh. Ingat ana dalam munajat anti ya,
…[smile]”. Sementara dia sendiri mendengkur sepanjang alarm jamnya berdering.
Kadangkala, ikhwan ‘karbitan’ jenis begini
memancing-mancing iman sang akhwat dengan memberikan pesan-pesan taujih ala
kadarnya, semisal “Jalan dakwah yang panjang nan berliku ini memerlukan nyali
para Dai yang tiada kenal lelah menapaki rambu-rambu kebenaran. Teruntuk
saudariku yang menerima SMS ini, semoga Allah Swt memberikan keistiqomahan
dalam hati, dan mempertemukan kita dalam naungan Jannah-Nya”. Ciieeee…. kayak
ngerasa yang punya Surga kalee, udah yakin bisa pesen satu petak tanah
kavlingan di sana.
Wahai para penumpang gelap dalam dakwah ini,
ketahuilah Surga hanya dapat dibeli dengan keseriusan mengelola jiwa dan
kemurnian niat dalam amalnya! Bukan lewat mimpi siang bolong mengenai bidadari
langit yang rela turun ke selangkangan kalian (baca: syahwat dunia)!!!
Saya mengatakan jenis ikhwan seperti ini
adalah ‘karbitan’ karena mereka tiba-tiba saja muncul dalam arena perjuangan
dakwah, berjibaku dengan kesibukan dan kelelahannya, namun kesemuanya itu
dibangun BUKAN atas dasar pemahaman Islam yang benar dan niat yang tulus
mencari ridha-Nya. Tetapi tujuan-tujuan sesaat yang seringkali mengurangi keberkahan
dakwah yang sedang dibangun oleh para aktivis lain yang jujur dalam
keimanannya.
Di Bawah Lindungan Nafsu
Ikhwan model ini acapkali melontarkan
peluru-peluru merah jambu kepada para akhwat yang berusaha mempertahankan
kesucian dan ketinggian akhlak Islam mereka, dengan berondongan pertanyaan
semacam “Perasaan ini makin lama makin membesar tak terbendung. Duhai ukhti,
jika benar Hawa tercipta dari bagian Adam, maka maukah engkau menjadi rusukku
kelak?”
Cari aja sop iga sapi di warung milik Cak Dulah,
boss… cepat, lezat, dan hemat, oii…
Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi. Si
Prikitiew Man ini malah berani melangkah lebih jauh, “Aku ingin engkau yang
kelak membesarkan anak-anakku di rumah surga kita”.
Glodakkhh! (suara saya terjatuh di tengah
adegan roman picisan televisi) Wan, ikhwan,… ente ini kayak manusia yang udah
yakin bener sama keputusan Allah aja. Ambil wudhu, sholat malem, khatamkan tuh
Al-Quran yang udah bulukan ente tinggalkan sejak Ramadhan usai kemarin.
Cinta Suci Prikitiew
Saya mencatat, ada beberapa fenomena yang bisa
diambil hikmahnya dari kasus Ikhwan Prikitiew seperti ini. Beberapa diantaranya
mencakup aspek aqidah, yang artinya dilandasi oleh persoalan fundamental dalam
agama ini : IMAN. Sebagiannya mencakup aspek akhlak, sebagian lagi aspek
wawasan.
Pertama, perilaku Prikitiewisme adalah
cerminan niat sang ikhwan dalam memposisikan dirinya di barisan dakwah. Dia
sering muncul dalam kegiatan dan event-event dakwah, dalam rangka mengukuhkan
eksistensi dia di tempat dimana sang akhwat juga aktif berdakwah. Harapannya,
si akhwat menganggukkan dengan takzim dan khidmat, “Ooh, si ikhwan itu ternyata
seorang aktivis yang getol banget menegakkan kalimat Allah…”
Kedua, si ikhwan sedang mengalami masalah
mental berupa jafaaf ruhiy, atau kegersangan ruhiyah. Khususnya dalam kaitannya
menyeimbangkan hak-hak dunia dengan hak-hak akhiratnya, atau sederhananya
ketimpangan aktivitas muamalah dengan aktivitas ubudiyah. Semestinya tidak ada
yang berat sebelah. Namun begitulah realitanya, keseimbangan itu terzhalimi
dengan atau tanpa dia sadari. Imannya tidak bertambah, bahkan cenderung turun
justru ketika dia sedang menggenjot mesin aktivitasnya dalam dakwah.
Imannya turun, dan dia tidak memiliki ruang
kebaikan yang cukup untuk bisa me-recharge iman yang sedang 5 watt itu. Atau
ruang kebaikan itu ada dan bisa diakses, namun sudah terlanjur drop
sedrop-dropnya. Waduh, ini yang lebih susah.
Makanya saya katakan tadi, tilawah boss,
jangan kebanyakan narsis di fesbuk, ngetwit, or BBM-an wae… Ntar diadzab Allah
dengan kejadian ‘Mama minta pulsa’ lho ya… (ihh, sereeemmm…).
Ayat-Ayat Koplak
Ketiga, pria ini agak sulit menerima siraman
hidayah dalam majelis-majelis ilmu yang diikutinya. Nggak tahu apakah karena
dia merasa ilmu agama yang dia punyai sudah lebih dari cukup, atau bahkan
sampai overdosis, atau gimana,… yang jelas nuraninya terlampau redup untuk
menerima pencerahan dari murabbi, guru ngaji, atau para muwajih kajian
keislaman. Upss,… atau bahkan karena udah ngerasa nge-ustadz buangett, dia gak
butuh majelis-majelis iman dan ilmu lagi ya.
Anda tahu perumpamaan sebuah gelas? Dia hanya
dapat diisi secara maksimum oleh air dari teko, hanya jika si gelas dalam
keadaan kosong. Kalau gelas itu terisi sebagian, apalagi keseluruhannya, dia
akan sulit menampung air teko tersebut, bahkan bisa-bisa tumpah ruah airnya.
Nah, faktor ketiga ini saya rangkum dalam kata : SIKAP TAWADHU’. Ini yang nggak
ada pada Ikhwan Prikitiew. Baginya, dialah kebenaran. Dialah standar atau tolak
ukur dari sesuatu yang benar. TAKABUR adalah lawan dari TAWADHU. Orang yang
takabur akan sulit menerima masukan dari orang lain, terlebih menerima hidayah
dari Allah Swt.
Na’udzubillahi mindzaalik. Siapa-siapa yang
tidak membutuhkan Allah, maka Allah tidak akan membutuhkan apa-apa yang ada
pada dirinya.
Keempat, barangkali ikhwan ini kurang wawasan
agama. Baginya agama adalah urusan seputar sholat, puasa, zakat, haji, ngaji,
dzikir, dan urusan-urusan ritual lain. Agama seolah tidak mengatur, misalnya,
bagaimana Islam secara sempurna mendefinisikan tata cara pergaulan laki-laki
dan perempuan. Rasululllah Saw, baginya, adalah manusia dalam bacaan-bacaan
sejarah. Titik. Beliau shalallahu ‘alaihi wassalaam menurut ikhwan ini bukan
figur yang hidup dan diteladani dalam perilaku, untuk semua urusan.
Untaian kalimat puitis yang dia lontarkan
kepada sang akhwat, bahwa “Jadilah engkau Khadijah-ku, atau berdirilah sebagai
Zulaikha-ku” tidak didasari oleh pemahaman konsep jodoh yang benar menurut
Islam. Kualitas dirinya tidak dibangun dengan karakter seorang Muhammad Saw
atau Yusuf as, tetapi sekedar kepingin jodoh sekelas Khadijah dan Zulaikha.
Allah Swt berfirman di Surah An-Nuur ayat 26,
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk
laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang
keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)…”
Tahukah Anda, wahai Ikhwan, rahasia ayat yang
berbicara tentang konsep jodoh ini kenapa diletakkan di Surah An-Nuur (Cahaya)?
Bahwa, hanya pria-pria dan wanita-wanita dengan hati suci bertabur amal shalih
sajalah, yang Allah tanamkan cahaya pada diri mereka. Yang dengan cahaya itu
Allah ikat diri mereka dengan sebuah karunia berupa didatangkannya jodoh yang
berkualitas serupa diri mereka itu.
Adakah layak, seorang ahlul maksiat mendamba
jodoh dari kalangan akhwat mu’minah shalihah mujahidah? Aduhai, ukurlah dirimu
sepantas-pantasnya dengan takaran iman dan amal shalih, akhi!
Kepada Ikhwan Prikitiew tersebut, saya
sarankan mengikuti pembinaan keislaman secara intensif, dan memperdalam ilmu
agamanya dengan mengkaji Al-Quran dan Hadits-hadits dari ahlinya. Belum
terlambat untuk melakukan titik balik ke arah yang lebih baik, akhi…
Perempuan Berkalung Celurit
Terakhir, saya melihat ada sebuah kesalahan
dalam proses amar ma’ruf nahi munkar, yang dilakukan oleh si akhwat ‘korban’
prikitiewisme, dengan si ikhwan ‘pelaku’. Si akhwat seringkali pada akhirnya
terbuai oleh bujuk rayu si ikhwan, bukan karena pemahaman keagamaannya rendah.
Namun justru pemahaman agama si akhwat itu amatlah tinggi (dia tahu mana yang
boleh, mana yang tidak boleh dalam pergaulan, dia tahu mana yang halal mana
yang haram), tetapi terlalu percaya diri kepada kemampuannya untuk mengatasi
Gombal Attack si manusia prikitiew itu.
Padahal secara psikologis, seorang laki-laki
cenderung menyukai tantangan. Bagi dia, hambatan hanyalah persoalan waktu untuk
dilalui saja. Seiring dengan berlalunya waktu, si akhwat pastilah luluh oleh
amunisi merah jambunya itu. Dan jikalau sudah berhasil menaklukan titik
terlemahnya, si akhwat pasti akan klepek-klepek (lunglai tak berdaya).
Banyak kisah yang saya dapati demikian,
gempuran demi gempuran diterima si akhwat tanpa adanya kebersamaan atau bala
bantuan dari saudara-saudaranya yang lain. Walhasil, ada sebuah celah dimana
hatinya kosong dari dzikrullah atau terhalang untuk mengerjakan ibadah, syaithan
menghembuskan dorongan batin untuk merespon godaan si ikhwan itu secara lembut,
halus, serta penuh harap dan belas kasihan.
Voila! Pucuk dicinta, ulam tiba. Hatinya
mengakomodasi kepentingan nafsu tersebut, dan lengkap sudah kombinasi tepat ala
Chef Cinta Cenat-cenut : Benih syahwat Romeo and Juliet babak kedua. Terjadilah
pilinan benang-benang asmara di antara keduanya. Dirajut dari tanya-jawab
sederhana, menjadi pintalan umpan-balik seiya-sekata. Kemudian terus berkembang
menjadi kain-kain perca janji setia, dan nampaklah selimut sutera zina yang
menarik mata, ‘tuk dicicipi barang sebentar, tidur berdua dalam mimpi
fatamorgana.
Masya Allah, mereka futur sejadi-jadinya. Lupa
syahadat yang mereka ikrarkan ketika pertama kali melangkah di atas tanah basah
dakwah. Allah Swt dijadikan pemanis rasa dalam pertemuan penuh dusta, dan
Rasulullah Saw dikenang dalam memori-memori palsu terhina. Sedangkan dengan
tanpa rasa bersalah, mereka masih menyisakan keyakinan atas dibukanya pintu
Surga pada malam-malam yang dilewatinya dengan tertidur pulas sambil
menggenggam handphone berisi pesan “Met malam sayangku, biarkan aku tertidur
dalam dekapan mimpimu…”
…[ini penggalan selanjutnya]
Saudariku, para akhwat shalihah yang mendamba
ampunan dan perlindungan dari-Nya, maukah engkau aku tunjukkan beberapa langkah
konkret agar terbebas dari godaan Ikhwan Prikitiew ini? Ikuti beberapa tips
ini, semoga Allah Swt berkenan memberkahi hidup anti :
Benteng Ruhiyah
Satu, tambah standar amalan yaumiyah anti, wabilkhushush ketika masa-masa serangan
brutal Ikhwan Prikitiew ini sedang kumat. Kalau anti terbiasa shalat malam 11
rakaat, maka tambahlah dua, empat, delapan, atau sekuat engkau mampu berdiri.
Jika sudah terbiasa puasa sunnah, tambah lagi dengan puasa sunnah yang lebih
berat. Jika nafsu sudah dibelenggu dengan puasa, maka syaithan akan lebih mudah
putus asa.
Bacalah dengan rutin Surah Al-Waqi’ah, tiap
pagi, atau sore, atau keduanya jika mampu, dan berdoalah meminta didatangkan
rizki jodoh lelaki yang shalih, yang hanif, yang punya iltizam (komitmen)
kepada dakwah, yang lebih baik dari pada The Prikitiew Man itu. Apakah Allah
Swt akan mengabulkan sesaat setelah engkau berdoa, atau besok pagi murabbiyah
(guru ngaji) menyodorkan biodata ikhwan yang ingin berta’aruf denganmu, atau
sepekan lagi, enam bulan berikutnya, tahun depan,… itu urusan Allah.
Paling tidak, baca Surah Yasin sepekan sekali.
Sehabis membacanya, bermunajatlah agar engkau dimudahkan urusannya dalam
menghadapi serangan kucing garong si ikhwan. Bukankah di dalam surah Yasin,
terdapat kisah seorang lelaki dari ujung kota terjauh (ar-rijal min aqshal
madiinat) yang menyeru kepada kaumnya agar menerima seruan para utusan-utusan
Allah, ketika para utusan-utusan tersebut mengajak untuk menyembah-Nya semata?
Kemudian dikisahkan lelaki tersebut terbunuh karena dakwahnya itu, dan di akhir
kisah heroiknya si lelaki shalih tersebut menitikkan air mata di Surga sambil
menyesali kaumnya yang tidak menyambut seruan tauhid para utusan Allah Swt.
Tidakkah engkau dikaruniai Allah seorang pendamping hidup seperti lelaki yang
hidup di bawah naungan Tauhid seperti lelaki ini?
Jika engkau hanya mengandalkan kualitas dan
kuantitas amal yaumiyah yang sekarang, terbukti amalanmu itu tidak mampu
mengendalikan situasi kan? Mintalah kepada Allah Swt dengan amal shalihmu, agar
Allah berkenan menolong dan menyelesaikan urusan-urusan kita. Siapakah yang
lebih bisa menolong kita selain Allah Swt?
Jendela Hati
Dua, tutuplah bentuk komunikasi yang
memungkinkan engkau mampu mengakses kontak dan berinteraksi dengannya. Tidak
usah membalas SMS atau chatting darinya, barang satu titik atau koma sekalipun!
Diamkan saja dia. Toh kalau dia berani, dia bakal menelpon anti. Hehehe… Kalau ditelpon
gimana? Untuk saat ini gak usah diangkat. Kalaupun diangkat, jawab dengan
santai dan tenang, atur nafas dengan baik, atur irama suara agar terdengar
tegas.
Jika si ikhwan tidak dalam keperluan,
misalnya, mau loncat dari gedung lantai 20 karena patah hati dicuekin, atau
masuk UGD karena busung lapar tidak birahi untuk makan karena memikirkan
dirimu, atau yang lebih ekstrim lagi dia lagi di depan rumahmu di bawah guyuran
hujan minta dibukakan pintu sambil berteriak, “Aku ngga punya pulsaaaaa…!”, maka
abaikan saja.
Berbagi Cinta
Tiga, dakwah ini berdiri di atas prinsip
persaudaraan (Al-Ukhuwwah billah), maka jangan lupakan keberadaan para akhwat
lain untuk memberikan support pada dirimu. Pada kondisi-kondisi yang diprediksi
‘rawan’ bertemu dan berinteraksi dengannya, semisal dalam sebuah forum syuro,
kegiatan kepanitiaan, atau saat tidak ada aktivitas sekalipun, maka usahakan
ada teman yang membersamaimu. Jangan sendirian kalo bisa.
Bisa aja sang ikhwan ini bertindak nekat
mendatangimu yang saat itu sedang klunak-klunuk (sendirian berjalan di tengah
hari) menuju suatu tempat, dan dicegatlah dirimu untuk dilakukan ‘penembakan’.
Tentu dirimu ngga mau mati gaya dan sal-ting saat berada di TKP seperti itu
khan?
Berbagilah dengan saudarimu yang lain, yang
engkau mampu mempercayainya, misal murabbiyah atau sahabat baik. Gelombang
fitnah atas dirimu bisa menjadi kian besar jika engkau berbagi dengan orang
yang tidak tepat, dan dalam jumlah orang yang banyak. Tidak ada salahnya engkau
menyampaikan kepada mas’ul (pemimpin) dakwah di tempatmu beraktivitas. Mintalah
saran dan bantuan darinya, agar si ikhwan prikitiewist ini menghilangkan, minimal mengurangi
kegiatan yang telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat (seperti gerakan
separatis saja…).
Bisa engkau usulkan kepada sang mas’ul agar si
Ikhwan Prikitiew disibukkan dengan kegiatan-kegiatan sesama ikhwan. Sebab
seseorang, menurut Ibnu Taimiyah, apabila tidak disibukkan dengan aktivitas
kebaikan, pasti akan sibuk dengan aktivitas kemaksiatan.
Akar Tarbiyah Kita
Empat, sampaikan kepada murabbi atau pembina
pengajian keislaman si ikhwan, tentang perilakunya itu. Jika dia ternyata belum
memiliki aktivitas pembinaan keislaman, maka katakanlah dengan tegas (lebih
mirip instruksi gitu lah) agar dia disarankan mengikuti kegiatan pembinaan
keislaman secara rutin. Ini langkah yang bisa dilakukan kalo bener-bener
cheveved (kepepet, terdesak) tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan untuk
meredam sepak terjang sang ikhwan di kancah dunia persilatan cinta.
Membangun Cinta Bermartabat
Lima, langkah supernekat dia lakukan dan sudah
membuat anti tidak sabar lagi menanggulangi amarah yang membara, katakan
langsung di depan hidungnya, “Jadilah lelaki yang pemberani, silakan datang
menghadap ayahanda saya dan utarakan keinginanmu itu!”
Ketahuilah, banyak lelaki mati kutu kalo udah
diberi ultimatum beginian. Ini kalimat sakti untuk menguji sejauh apa dia
bertanggung-jawab kepada komitmen dan ucapan manisnya. Rasa benar, atau rasa
gombal. Kebanyakan lelaki yang tidak tulus akan mundur begitu hal ini
diucapkan. Karena yang ada dalam pikiran mereka adalah bagaimana menjadikanmu
boneka Barbie-nya yang dipajang dan dipamerkan kemana-mana. Mereka siap untuk
‘menikmati’ dirimu, namun tidak siap menjalankan perannya sebagai seorang
suami.
Lha kalo dia bener mendatangi orang tuamu
bagaimana? Disinilah peran dakwah seorang akhwat kepada keluarganya. Hendaknya
orang tua sudah mulai dikondisikan dan diajak bicara atas tema-tema
(pernikahan) seperti ini. Jika memang tidak siap menerima lamaran seorang pria,
engkau tahu kan apa yang harus disampaikan?
Ujung Jalan
Enam, laporkan saja ke polisi, RS Jiwa, atau
satpam setempat. Hehehe… kayak di film-film Cinta Pitrih itu loh… ^_^
Saudariku, dakwah adalah cinta, dan cinta akan
menuntut kesemuanya darimu. Jangan engkau mundur dari dakwah karena tidak mampu
menyelesaikan hambatan dan persoalan yang menghadang langkahmu. Teruslah
melaju, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu… (Kutipan dari taujih bijak
seorang Syaikh Tarbiyah).
Mochamad Redza Kusuma
From: http://www.abdulazizalauddin.com/jurus-jitu-menghadapi-ikhwan-prikitiew/
0 Comments