desclaimer: tulisan lama, kok gak diupdate.. malah disimpan di draft hehe.. 

Tadi siang, aku berdiskusi dengan teman-teman kelasku di kampus. Awalnya mau mentoring sama salah satu teman, jadinya sharing aja.. hehe kita ngobrol panjang lebar soal bagaimana mengisi tutoring, hukum membaca Al-Qur’an, hukum iri, sejarah Umar bin Khaththab, hingga yang terakhir salah satu temanku curhat soal perasaannya.

Emm.. Anak kuliahan memang masalahnya udah beda ya. Udah bukan ngomongin soal suka sama siapa, incarannya siapa, dan pacarnya siapa. Tapi untuk sekarang, pembicaraan tentang perasaan sudah menjadi hal yang cukup serius. Pada awalnya, temanku ini meminta solusi akan hubungannya dengan salah seorang diluar sana. Mereka ingin menikah sesegera mungkin, namun apa daya orang tua dari pihak perempuannya menginginkan supaya lulus dulu. Hal itu karena ia merupakan anak bungsu, yang mana sebagai orang yang sudah tua menginginkan supaya impian tentang anaknya dapat tercapai. Yaitu dengan salah satu anaknya yang menjadi seorang sarjana.

Setelah persoalan itu kita cari solusi bersama, lanjut lagi dengan pertanyaan yang baru. "Mei, kenapa ya kok aku belum ada keinginan untuk menikah?”. Mendengar pertanyaan itu, aku terdiam sejenak. Entah apa yang harus aku jawab.

Alasannya, ia masih menginginkan kasih sayang dari orang tua. Masih ingin bermanja-manja dengan mereka. Namun usia sudah tidak memungkinkan. Ya, tahun ini kami akan menginjak umur 20 tahun. Bagaimana rasanya? Beban apalagi yang harus kita pikul?

Keluarga pun sudah bertanya pada hal yang menjurus kearah pernikahan. Sebagai seorang perempuan, sebenarnya hal itu cukup memusingkan. Apalagi ketika hati kita sedang dalam keadaan kosong. Entahlah sedang suka sama siapa.

Temanku yang memulai obrolan ini pun mengatakan, bahwa rasa ketidak inginan kita untuk menikah yaitu salah satunya karena kita belum ada seseorang yang disukai.
Ya, mungkin bisa jadi benar.
Aku jadi bertanya pada diri sendiri. Aku lagi suka sama siapa?
Hmm... kayaknya belum ada. Entahlah, siapa memang?
Gatau ah, -.-‘

Intinya adalah kita ngga perlu capek-capek memikirkan hal yang kita sendiri gak tau kapan datangnya. Yang perlu kita lakukan yaitu mempersiapkan diri ketika semua itu datang. Sama halnya dengan kematian. Kita gak pernah tahu kapan waktunya pergi dari dunia, namun mempersiapkan hidup setelah mati harus dimulai saat ini juga kan? Begitu halnya dengan pernikahan.

Semua itu masih jadi rahasia Allah. Ingat! Pantaskan diri. Toh yang namanya menikah itu bukan berarti senang-senang aja udah menemukan jodohnya. Namun ujian dan kewajibannya itu yang harus kita lewati. Tetap semangat dan ngga usah galau.

Kalau memang kita masih ingin dapat kasih sayang orang tua, setiap waktu juga kita akan selalu mendapatkannya. Lagi pula, seharusnya kita memang harus belajar mendewasakan diri. Maksud dewasa disini bukan berarti selalu bersikap kaku. Namun, dewasa disini maksudnya berarti siap untuk melaksanakan hukum syara’ secara kaffah dikehidupan kita.


Kalau kita semakin mengkaji Islam, in sya Allah sikap dewasa itu akan muncul dengan sendirinya. Sebab dewasa itu bukan soal umur, tapi pola pikirnya.

0 Comments